DOWNLOAD FILE
Patricia Tio Gabriella Silaban1, Eva Vanya Theresia Br Tarigan2
1,2 STIKes Santa Elisabeth Medan
Email: (patriciasilaban21@gmail.com1, vanyaeva3@gmail.com2)
Abstrak
Pendahuluan: Statistik rumah sakit adalah statistik kesehatan yang bersumber pada data rekam medik sebagai penghasil informasi kesehatan untuk memperoleh kepastian bagi praktisi kesehatan, manajemen dan tenaga medis dalam pengambilan keputusannya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan di rumah sakit termasuk di dalamnya adalah pelayanan pada unit intensif yaitu ICU. Angka kematian pasien merupakan satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan di ruang ICU. Kemampuan pelayanan terhadap pasien emergensi dan kritis mempengaruhi mutu pelayanan yang berkontribusi pada angka mortalitas(Hanafie 2008).
Tujuan: tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisa faktor dan angka kematian pasien pada ruang ICU di Rumah sakit.
Metode: Metode yang digunakan literatur review ialah sebuah metode yang dilakukan dengan mengumpulkan, mengidentifikasi, melakukan analisis dari karya penelitian yang telah dihasilkan oleh peneliti. Analisis dilakukan perhitungan persentase terhadap 4 ICU di Rumah Sakit berbeda yang telah dikumpulkan dari karya para peneliti.
Hasil: Diketahui indikator angka kematian di Icu dan Hcu Rsup Dr. Kariadi memiliki angka yang tertinggi 49,5%, diikuti ruang Intesive Care Unit (ICU) RS daerah Jawa Barat kedua 29,9%, ruang Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ketiga 24,8% dan yang memiliki angka kematian terendah di Ruang Icu/Iccu di Rsud Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan 2,4%.
Kesimpulan: Indikator angka kematian tertinggi pada Rsup Dr. Kariadi dan angka kematian terendah di ICU Rsud Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan.
Kata kunci: ICU, angka kematian, statistik
Abstract
Introduction: Hospital statistics are health statistics based on medical record data as a producer of health information to obtain certainty for health practitioners, management and medical personnel in making decisions related to health services in hospitals. Health services in hospitals include services in the intensive unit, namely the ICU. Patient mortality is an indicator of the quality of nursing services in the ICU. The ability to serve emergency and critical patients affects the quality of service that contributes to mortality rates (Hanafie 2008).
Objective: The purpose of this paper is to analyze the factors and patient mortality rates in the ICU room in the hospital.
Methods: The method used for literature review is a method that is done by collecting, identifying, and analyzing research works that have been produced by researchers. The analysis was carried out by calculating the percentage of 4 ICUs in different hospitals that had been collected from the work of researchers.
Results: It is known that the mortality rate indicator in Icu and Hcu Rsup Dr. Kariadi has the highest rate of 49.5%, followed by the Intesive Care Unit (ICU) room of the second West Java regional hospital 29.9%, the Intensive Therapy room of Sanglah Central General Hospital Denpasar third 24.8% and which has the lowest mortality rate in the Icu / Hcu Room at Rsud Wajo Regency South Sulawesi 2.4%.
Conclusion: The highest mortality rate indicator in Dr. Kariadi Hospital and the lowest mortality rate in the ICU of Wajo District Hospital, South Sulawesi.
Keyword: ICU, death rate, statistics
PENDAHULUAN
Kata Statistik berasal dari status atau negara yang mencakup 3 pengertian yaitu sebagai ilmu, kegiatan dan data (Chandra, B. 1995). Statistik menurut Undang-Undang RI No. 7 tahun 1960 adalah keterangan berupa angka-angka yang memberikan gambaran yang wajar dari seluruh ciri-ciri kegiatan dan keadaan masyarakat Indonesia. Statistik rumah sakit adalah statistik kesehatan yang bersumber pada data rekam medik sebagai informasi kesehatan yang digunakan untuk memperoleh kepastian bagi praktisi kesehatan, manajemen dan tenaga medis dalam pengambilan keputusannya. Statistik rumah sakit yaitu statistik yang menggunakan dan mengolah sumber data dari pelayanan kesehatan di rumah sakit untuk menghasilkan informasi, fakta, dan pengetahuan berkaitan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit. (Sudra, R I. 2010) 1.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit termasuk di dalamnya adalah pelayanan pada unit intensif, dimana merupakan unit yang berbeda dari unit-unit lainnya di rumah sakit, perawatan di unit intensif sering berfokus pada kondisi pasien dan peralatan yang digunakan (Herawati, T.M., Fradilla 2017) 2. Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu bagian mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan) dari rumah sakit, dengan staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk merawat serta memantau secara ketat pasien-pasien yang menderita cedera, penyakit atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau berpotensi mengancam nyawa 3.
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia (Kemenkes 2010) 2.
ICU mempunyai staf yang terdiri dokter dan perawat yang terlatih dalam ilmu kedokteran perawatan intensif (intensive care medicine). Biasanya pasien dengan kondisi tertentu yang dirawat di ICU, misalnya pasien dengan penyakit kritis yang menderita kegagalan satu atau lebih dari sistem organnya. Serangan jantung, stroke, keracunan, pneumonia, komplikasi bedah, trauma besar sebagai akibat kecelakaan lalu lintas jalan, terjatuh, luka bakar, kecelakaan industri atau kekerasan juga merupakan suatu kondisi yang memungkinkan untuk dirawat di ICU 3.
Angka kematian pasien merupakan satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan di ruang ICU. Kemampuan pelayanan terhadap pasien emergensi dan kritis mempengaruhi mutu pelayanan yang berkontribusi pada angka mortalitas(Hanafie 2008). (Curtis 2008) melakukan penelitian di Amerika dan menemukan bahwa ternyata satu dari lima pasien yang meninggal kejadiannya di ICU dan 500.000 kematian terjadi setiap tahunnya. Di Indonesia angka kematian di ICU mencapai 27,6%. Penyebab kematian pasien di ICU antara lain syok septik, gagal jantung kronik dan infark miokardium (Yati 2014). Kematian merupakan salah satu indicator mutu dalam layanan kesehatan . World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa terdapat 850 kematian per 100.000 penduduk yang terjadi pada tahun 2005-2010 (WHO 2010) 4.
Berdasarkan studi dari data yang dikumpulkan dari beberapa rumah sakit, tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisa faktor dan angka kematian pasien pada ruang ICU di Rumah sakit.
METODE
Metode yang digunakan literatur review ialah sebuah metode yang dilakukan dengan mengumpulkan, mengidentifikasi, melakukan analisis dari karya penelitian yang telah dihasilkan oleh peneliti. Analisis dilakukan terhadap 4 ICU di Rumah Sakit yang berbeda angka dan faktor kematian yaitu dikumpulkan dari karya peneliti yang telah meneliti Rumah Sakit tersebut. Disertai dengan perhitungan indikator angka kematian yaitu persentase disesuaikan dengan jumlah angka kematian pasien di ICU tiap Rumah Sakit.
HASIL
Tingkat kematian pasien Di Ruang Icu/Iccu di Rsud Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan
Pada penelitian ini rancangan penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian deskriptif. Waktu penelitian dilaksanakan adalah pada bulan November 2011-Mei 2012. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Ruang ICU/ICCU RSUD Kabupaten Wajo, jumlah pasien yang dirawat dari bulan Januari sampai bulan September 2011 sebanyak 577 pasien dengan jumlah dengan kematian 14 dan jumlah yang hidup 563 orang.
Dari studi pendahuluan tersebut disimpulkan masalahnya adalah tingginya mortalitas pada klien dengan aritmia. Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab tingginya angka mortalitas pasien aritmia adalah sarana dan prasarana Rumah Sakit yang belum memadai, pengetahuan tenaga medik, tenaga perawat dan tenaga kesehatan lainnya tentang aritmia masih kurang serta faktor dari pasien sendiri dan setelah dilakukan kuisioner, hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat di Ruang ICU/ICCU RSUD Kabupaten Wajo secara merata berumur antara 24-33 tahun, hampir seluruhnya wanita dan lulusan DIII keperawatan, sebagian besar tidak pernah ikut seminar atau pelatihan dan lama bekerja 1- 3 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruhnya perawat Ruang ICU/ICCU memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang aritmia dan hanya sebagian kecil yang berpengetahuan baik. Dari data yang ada, perawat yang berpengetahuan baik tentang aritmia adalah yang berpendidikan khusus kardiovaskuler, sering mengikuti pelatihan dibidang kardiovaskuler dan masa kerja yang lama di Ruang ICU/ICCU. Pengetahuan perawat tentang aritmia akan bertambah dengan mengikuti atau melanjutkan pendidikan khusus kardiovaskuler, pengalaman perawat dalam merawat pasien yang mengalami aritmia dan menerapkan ilmu yang didapatkan sewaktu pelatihan khusus kegawatan kardiovaskuler 5.
Angka Kematian Pasien Kraniotomi Di Icu Dan Hcu Rsup Dr. Kariadi
Pada penelitian ini rancangan penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini akan dilakukan selama 3 bulan, mulai bulan Maret sampai dengan Mei 2012.
Selama periode dua tahun, 103 pasien tercatat telah menjalani tindakan kraniotomi yang kemudian dirawat di ICU atau HCU. Dari jumlah tersebut, terdapat 51 pasien meninggal dunia dan 52 pasien hidup. Terdapat dua penyebab kematian utama pada pasien-pasien kraniotomi ini yaitu syok sepsis dan gagal nafas.
Di HCU dan ICU RSUP Dr. Kariadi penyebab kematian terbesar pasien kraniotomi setelah syok sepsis adalah kegagalan nafas. Di suatu studi lain yang dilakukan Sogame dkk yang melibatkan 236 pasien disebutkan bahwa kraniotomi dapat menyebabkan penurunan volume paru dan mengubah pola pernapasan, dan dari keseluruhan pasien tersebut, 23 pasien meninggal karena gangguan sistem pernafasan 3.
Tingkat mortalitas pasien ICU dapat diukur dengan sistem skor APACHE II. Semakin tinggi tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula risiko kematian pasien. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rentang skor APACHE II pasien kraniotomi yang dirawat ICU dan HCU periode Februari 2010 – Februari 2012 terbanyak pada rentang skor 10 – 14 dengan 29 pasien (28,2%) dan pada pasien meninggal, rentang skor APACHE II yang terbanyak juga terdapat pada rentang skor 10 – 14 yaitu berjumlah 13 pasien (12,6%). Pasien-pasien tersebut memiliki risiko kematian sebesar 15%
Analisis Mortalitas Pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS daerah Jawa Barat
Metode penelitiannya adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu mendapatkan gambaran mortalitas berdasarkan karakteristik pasien di ICU salah satu Rumah Sakit Umum daerah di Jawa Barat dilakukan selama tiga bulan yaitu Mei s.d Agustus 2019 didapatkan 117 pasien dimana 35 pasien mati dan 82 pasien hidup.
Sebagian besar pasien yang mengalami kematian di ICU jenis kelaminnya laki-laki. Sejalan dengan hasil penelitian di mana pasien laki-laki yang mengalami kematian di ruang ICU memiliki penyakit pada system pernafasan seperti TBC, PPOK, CAP.
Seluruh pasien yang mengalami kematian di ICU memiliki adalah pasien non bedah. Dari penelitian Hampir setengah pasien yang mengalami kematian di ICU berada pada usia > 65 tahun. Hal ini disebabkan karena semakin lanjut usia usia seseorang maka akan terjadi penurunan fungsi pada seluruh system tubuhnya. Usia lanjut juga menyebabkan cadangan fisiologis menurun seiring bertambahnya usia. terlihat sebagian besar pasien yang mengalami kematian di ICU tidak memakai ventilator. Kematian yang tinggi di ICU disertai dengan rata-rata APACHE II Score 21,04. Hal ini menunjukkan bahwa ventilator bukan merupakan satu satunya indicator outcome pasien meninggal dan kurang dari setengah responden pasien yang mengalami kematian di ICU adalah pasien dengan nilai apache 25 s.d 29. Skor APACHE-II lebih dari 40 menunjukkan sangat tinggi kemungkinan kematian dalam 27-72 jam awal. Hal ini menunjukkan hubungan yang bermakna antara Skor APACHE-II dan risiko kematian 4.
Prevalensi Kematian Pasien Di Ruang Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari – Desember 2015
Penelitian ini dilakukan di RTI RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Maret sampai September tahun 2016. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif. Pada 1531 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sebanyak 24,8% (n=379) pasien meninggal dan 75,2% (n=1152) keluar dalam kondisi hidup.
Kelompok penyakit terbanyak yang diderita oleh pasien yang meninggal di RTI RSUP Sanglah Denpasar periode Januari – Desember 2015 adalah kelompok penyakit bedah dengan prevalensi kematian sebesar 58,3%.
Pasca-kraniotomi menempati posisi pertama sebagai diagnosis utama pada kelompok penyakit bedah dengan prevalensi kematian sebesar 43,9%. Sedangkan, diagnosis utama tertinggi pada kelompok penyakit bukan bedah adalah gangguan pernafasan yang mencapai prevalensi kematian sebesar 22,2%.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kematian di RTI, salah satunya adalah penggunaan ventilator mekanik. Pada penelitian di United State tahun 2010 didapatkan bahwa penggunaan ventilator mekanik sudah umum, namun hal ini sangat berkaitan dengan angka kematian pasien yang tinggi.
Diketahui prevalensi penggunaan ventilator mekanik pada pasien yang meninggal di RTI RSUP Sanglah periode Januari – Desember 2015 didapatkan sebesar 61,5%. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian mengenai gambaran pemakaian ventilator mekanik yang dilakukan di RTI RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode Januari – Juni 2012 yang menunjukkan prevalensi kematian pasien dengan ventilator mekanik sebesar 77,4% 6.
PEMBAHASAN
Tingkat kematian pasien Di Ruang Icu/Iccu di Rsud Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan
Berdasarkan data jumlah pasien yang dirawat dari bulan Januari sampai bulan September 2011 sebanyak 577 pasien dengan jumlah dengan kematian (2,4%) 14 dan jumlah yang hidup (97,5%) 563 orang. Hasil penelitian rumah sakit berdasarkan pengetahuan perawat diketahui masalah yang terdeteksi setelah dilakukan kuisioner terhadap staf/perawat yang ada di rumah sakit ialah sarana Rumah Sakit yang belum memadai, dan minimnya pengetahuan tenaga medik, tenaga perawat dan tenaga kesehatan lainnya tentang aritmia serta faktor dari pasien itu sendiri.
Diketahui perawat yang berada di ruang ICU sebagian besar tidak pernah mengikuti pelatihan mengenai edukasi tentang aritmia tersebut, sedangkan perawat yang berpengetahuan baik tentang aritmia ialah perawat yang berpendidikan khusus kardiovaskuler, sering mengikuti pelatihan dibidang kardiovaskuler dan memiliki masa kerja yang lama di Ruang ICU/ICCU. Hal tersebut dengan minimnya pengetahuan perawat tentang aritmia menyebabkan tidak cepat tanggapnya tindakan yang bisa dilakukan perawat terhadap pasien ICU disaat menghadapi masa gawat darurat pasien di Ruang Icu/Iccu di Rsud Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan.
Skill sebagai kapasitas yang dibutuhkan dalam melaksanakan beberapa tugas. Hard skills merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber informasi bagi pasien. Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut timbul karena penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang memadai serta sistem pelayanan kesehatan Indonesia yang menempatkan perawat sebagai profesi kelas dua. Stigma inilah yang membuat perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang memadai dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan7.
Angka Kematian Pasien Kraniotomi Di Icu Dan Hcu Rsup Dr. Kariadi
Berdasarkan data hasil penelitian rumah sakit terdapat 51 (49,5%) pasien meninggal dunia dan 52 (50,4%) pasien hidup berdasarkan penyebab kematian utama pasien yaitu dikarenakan oleh syok sepsis dan gagal nafas.
Diketahui juga tingkat kematian pasien ICU dapat diukur oleh sistem skor APACHE II yaitu perkiraan angka kematian di ruang ICU berdasar mempertimbangkan keparahan penyakit pasien dimana fungsi penghitungan skor ini berfungsi untuk mengukur kondisi fisik pasien sebelumnya dan dari hari pertama setelah dilakukan perawatan pasien di ICU.
Dan dapat diketahui pasien yang memiliki skor APACHE yang tinggi lebih berisiko memiliki tingkat kematian dikarenakan sebelumnya sudah dapat diukur tingkat keparahan diagnosa pasien dari awal perawatan.
Pada tahap post operasi kraniotomi, pasien membutuhkan perawatan yang lebih intensif guna mengurangi komplikasi yang terjadi akibat pembedahan. Beberapa komplikasi yang terjadi pada pasien pasca operasi kraniotomi yaitu peningkatan tekanan intrakranial, perdarahan dan syok hipovolemik, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, infeksi, serta kejang (Laurent dkk., 2017). Komplikasi peningkatan tekanan intrakranial dapat dipicu salah satunya oleh nyeri kepala pasca kraniotomi. Adanya nyeri kepala pasca kraniotomi dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan turunnya aliran darah serebral dan hipoksia jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan kematian sel yang bersifat ireversibel. Apabila hal ini terjadi maka dapat mengakibatkan edema sekitar jaringan nekrosis dan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut yang kemudian menjadi herniasi batang otak dan berujung pada kematian 8.
Sistem skoring APACHE II merupakan salah satu sistem skoring yang baik digunakan untuk memprediksi outcome pasien di ICU. Sistem skoring ini berkembang dengan cepat dan banyak digunakan pada pasien di ICU di berbagai negara, terutama negara maju. Data didapatkan dengan cara melihat catatan medik pasien. Penelitian ini bisa menjadi salah satu data acuan yang menggambarkan keakuratan APACHE II score dalam memprediksi kematian pasien di ICU 9.
Terdapat korelasi yang bermakna antara APACHE II score pasien dengan status kematian pasien di ICU. Dimana semakin besar APACHE II score pasien di ICU semakin besar pula resiko pasien untuk keluar ICU dalam kondisi meninggal. Hasil yang didapatkan ini, mendukung penelitian ± penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa APACHE II score dapat memprediksi hasil akhir pasien di ICU, termaksud memprediksi kematian pasien 9.
Analisis Mortalitas Pasien di Ruang Intesive Care Unit (ICU) RS daerah Jawa Barat
Berdasarkan data hasil penelitian rumah sakit didapatkan 117 pasien dimana 35 (29,9%) pasien mati dan 82 (44,4%) pasien hidup, umur menjadi suatu faktor yang sudah tidak biasa seperti pada penelitian yang ada di ruang ICU RS Jawa Barat, demikian dikarenakan semakin bertambah usianya seseorang maka kerentanan fisiknya pun juga akan menurun.
Sebagian besar pasien yang mengalami kematian adalah laki laki dengan riwayat penyakit sistem pernafasan dimana berhubungan karena ada kaitan dengan perilaku merokok yang dimiliki laki-laki.
Seluruh responden yang mengalami kematian ialah pasien non bedah dikarenakan pasien non bedah memang angka mortalitasnya lebih tinggi. Pasien non-bedah meskipun jumlahnya tidak banyak, namun memiliki angka mortalitas yang tinggi (Taofik, 134 Senapathi & Wiryana, 2015).
Dari data tersebut selain penyebab tidak menggunakan ventilator, kematian pasien disertai dengan pengukuran skor APACHE dimana semakin tinggi skor APACHE II maka angka mortalitas akan meningkat. Kelompok interval 0−4 mempunyai mortalitas 0,0%. Peningkatan mortalitas terjadi seiring peningkatan skor APACHE II.
Skor APACHE II merupakan suatu metode untuk menentukan keparahan penyakit dan memprediksi mortalitas. Pengukuran berdasarkan pada 12 sistem fisiologis rutin, usia dan status kesehatan sebelumnya atau komorbiditas yang dimiliki pasien. Sistem skor ini didasarkan pada pengukuran nilai abnormal saat 24 jam pertama pasien masuk ruang perawatan intensif. Data perhitungan berupa variabel – variabel yang terdiri dari suhu rektal, MAP (mean arterial pressure), heart rate, respiratory rate, hantaran oksigen (DO2), PO2, pH arteri, natrium serum, kalium serum, kreatinin serum, hematokrit dan hitung jenis lekosit. Semakin besar skor semakin meningkat risiko kematian 10.
Prevalensi Kematian Pasien Di Ruang Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari – Desember 2015
Berdasarkan data hasil penelitian rumah sakit pada 1531 pasien didapatkan sebanyak (24,8%) 379 pasien meninggal dan (75,2% )1152 keluar dalam kondisi hidup.
Pada kelompok penyakit terbanyak yang diderita pasien meninggal di ICU adalah kelompok penyakit bedah. Pasca-kraniotomi menempati posisi pertama sebagai diagnosis utama pada kelompok penyakit bedah dengan prevalensi kematian lebih tinggi daripada kelompok penyakit bukan bedah adalah gangguan pernafasan.
Diketahui penggunaan ventilator mekanik pada pasien yang meninggal di ICU RSUP Sanglah periode Januari – Desember 2015 lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian mengenai gambaran pemakaian ventilator mekanik yang dilakukan di ICU RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode Januari – Juni 2012. Perbedaan signifikan tersebut bisa disebabkan oleh faktor usia pasien, lama pasien dirawat, tingkat keparahan penyakit pasien saat masuk dan kondisi pasien disaat pemakaian ventilator mekanik tersebut. Juga komplikasi yang terjadi saat penggunaan ventilator yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko lebih tinggi dari sebelumnya.
Pada penelitian (Esteban dkk, 2020), menyebutkan bahwa mortalitas pasien penggunaan ventilator mekanik tidak hanya bergantung pada lama penggunaan, tetapi juga pada perkembangan komplikasi dan manajemen pasien di ICU. Kemudian, penelitian Principi dkk (2011) menunjukkan bawah atelektasis merupakan komplikasi lain yang sering terjadi pada penggunaan ventilator mekanik berkepanjangan 11.
Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) adalah inflamasi parenkim paru yang terjadi pada 48 jam atau lebih setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis (Widyaningsih dan Buntaran, 2016). Ventilator Induced Lung Injury (VILI) adalah cedera paru akut yang ditimbulkan atau diperburuk oleh ventilasi mekanik baik yang invansive ataupun non invansive (Kumar dan Anjum, 2021) 12.
Pasien kritis dengan intubasi dan menggunakan ventilator dalam jangka waktu lama di ICU berisiko terjadi infeksi nosokomial yang disebut Ventilator Associated Pneumonia (VAP) (Susanti, 2015). VAP merupakan komplikasi di sebanyak 28% pada pasien yang terpasang ventilasi. Kejadian ini meningkat seiring dengan lamanya penggunaan ventilator mekanik (Amanullah & Posner, 2010). Penelitian lain menyebutkan bahwa meningkatnya angka kematian dan lama rawat pasien bisa disebabkan karena komplikasi dari pasien kritis seperti infeksi yang berhubungan dengan cateter serta kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) (Sukengtyas et al, 2017) 13.
Dari tingkat/ angka kematian di ICU Rumah Sakit, diketahui nilai indikator angka kematian di Icu dan Hcu Rsup Dr. Kariadi memiliki angka yang tertinggi dengan angka kematian 49,5% , diikuti ruang Intesive Care Unit (ICU) RS daerah Jawa Barat kedua dengan angka kematian 29,9%, ruang Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ketiga dengan angka kematian 24,8% dan yang keempat atau memiliki angka terendah ialah indikator angka kematian di Ruang Icu/Iccu di Rsud Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan dengan angka kematian 2,4%.
KESIMPULAN
- Tingkat kematian pasien Di Ruang Icu/Iccu di Rsud Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan ialah kematian yang disebabkan aritmia/jantung. Beberapa faktor yang mengakibatkan tingginya mortalitas sarana Rumah Sakit, pengetahuan tenaga medik, tenaga perawat dan tenaga kesehatan lainnya tentang aritmia serta faktor pasien ICU itu sendiri. Terutama pengetahuan yang kurang dimiliki oleh perawat mengakibatkan tingkat keseriusan pada pasien adalah hal yang tidak dapat ditanggapi dengan baik dengan cepat yang seharusnya dapat menyelamatkan nyawa pasien tersebut.
- Angka Kematian Pasien Kraniotomi Di Icu Dan Hcu Rsup Dr. Kariadi yang disebabkan oleh syok sepsis dan gagal nafas dimana kraniotomi dapat menyebabkan penurunan volume paru dan mengubah pola pernapasan. Dalam hal ini angka kematian pasien ICU tersebut dihitung oleh skor APACHE yang mengukur tingkat keparahan kondisi pasien tersebut dimana pasien ICU diberikan perhatian atas kondisinya yaitu penetapan skor APACHE dari awal masuk perawatan untuk melihat skor peningkatan pasien yang menunjukkan kegawatan keadaan pasien maka dari itu dapat lebih bisa memprediksi kematian pasien karena memiliki catatan kondisi pasien dari awal pasien dirawat di ICU.
- Analisis Mortalitas Pasien di Ruang Intesive Care Unit (ICU) RS daerah Jawa Barat disebabkan oleh pernapasan dengan faktor usia tua, jenis kelamin laki laki, dan pasien non bedah dan dimana dalam penanganan pasien ICU tersebut disertai dengan penskoran Dalam keadaan pasien tersebut APACHE dipakai dan dalam seiring waktu dilihat peningkatan skor berturut turut dan diketahui kondisi pasien tersebut semakin parah seiring perubahan angka skor APACHE yang meningkat. Maka dari itu skor yang semakin meningkat menunjukkan risiko kematian yang tinggi karena sudah mengalami fase yang serius.
- Prevalensi Kematian Pasien Di Ruang Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari – Desember 2015 dengan diagnosa tertinggi yaitu kraniotomi dan terendah ialah gangguan pernafasan. Disertai dengan penggunaan ventilator mekanik juga menjadi penyebab kematian pasien dikarenakan penggunaan ventilator yang tidak tepat yang menyebabkan komplikasi. Banyak komplikasi yang terjadi pada saat penggunaan ventilator karena efek sampingnya, yaitu jangka waktu penggunaan yang terlalu lama, infeksi maupun, salah penggunaan yang bisa menyebabkan cedera yang serius bahkan kematian jika tidak ditangani segera serta diawasi secara ketat.
- Indikator angka kematian di Icu dan Hcu Rsup Dr. Kariadi memiliki angka tertinggi dan indikator angka kematian di Ruang Icu/Iccu di Rsud Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan memiliki angka terendah.
DAFTAR PUSTAKA
- Kurniawan, A., Lestari, T. & Rohmadi. Analisis Pemanfaatan Data Sensus Harian Rawat Inap Untuk Pelaporan Indikator Pelayanan Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeroto Ngawi. J. Kesehat. IV, 62–87 (2016).
- Wijayanti, A. E., Ernawati, L. W. & Eny Retna Ambarwati. KORELASI ANTARA PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG ICU / ICCU RSUD SLEMAN. 200–209.
- Rachmaputri, J. & Kusumawati, N. R. Angka Kematian Pasien Kraniotomi Di Icu Dan Hcu Rsup Dr. Kariadi. Jurnal Kedokteran Diponegoro vol. 4 (2015).
- Megawati, S. W. Analisis Mortalitas Pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU). Univ. Bhakti Kencana 127–135 (2019).
- Asbir, M. & Padoli. Pengetahuan Perawat Tentang Aritmia Pada Pasien Infark Miokard Akut Di Ruang ICU/ICCU RSUD Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. J. Keperawatan 9, 101–108 (2016).
- Brahmani, I. & Hartawan, I. G. Prevalensi Kematian Pasien Diruang Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari-Desember 2015. J. Med. Udayana 8, 1–5 (2019).
- Wayan. Manajemen keperawatan. 117 (2006).
- Isnaeni And Iriantom, Aritonang and Agus, A. P. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta | 9. J. Kesehat. 6, 9–33 (2012).
- Armiati, H. Hubungan APACHE II Score Dengan Angka Kematian Pasien di ICU RSUP Dr Kariadi Semarang. J. Media Med. Muda (2014).
- Wahyudi, I. & Pujo, J. Angka Kematian Pasien End Stage Renal Disease Di Icu Dan Hcu Rsup Dr. Kariadi. Jurnal Kedokteran Diponegoro vol. 1 (2012).
- Achmad Ali Fikri, Syamsul Arifin, M. F. F. Hubungan Lama Penggunaan Ventilator Mekanik dengan Mortalitas di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK. Skripsi 2, 2003–2005 (2022).
- Yelvita, F. S. No Titleהכי קשה לראות את מה שבאמת לנגד העינים. הארץ 2003–2005 (2022).
- Yuniandita, N. & Hudiyawati, D. Prosedur Pencegahan Terjadinya Ventilator-Associated Pneumonia (Vap) di Ruang Intensive Care Unit (Icu) : A Literature Review. J. Ber. Ilmu Keperawatan 13, 62–74 (2020).
Vol.2 No. 11, 10 Oktober 2023. pp. 45-55
Quoted From Many Source